Judul Buku : Kangen Indonesia
Penulis : Hisanori Kato
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Terbit : Cetakan pertama, 2020
Tebal : 144 halaman
Genre : true story / personal literature
ISBN : 978-979-709-675-5
Rating Buku : 4/5 🌟
Baca ebook di aplikasi Gramedia Digital
Sinopsis Buku Kangen Indonesia - Hisanori Kato :
Seorang pengelana Jepang merasa heran orang Indonesia sering bilang "tidak apa-apa" untuk hal-hal yang baginya justru "apa-apa". Mengomentari teman yang tak menepati janji, orang Indonesia biasanya hanya bilang, "Ya, sudah, tidak apa-apa". Bus terlambat datang, "Tidak apa-apa...". Internet tak bisa nyambung-nyambung pun, "Tak apa-apa".
Lewat buku ini Hisanori Kato, si pengelana Jepang, berbagi pengalaman pribadi. Masih ada seribu satu “keanehan” lain ia temui saat dua kali tinggal sementara di Indonesia.
Tanpa maksud menyinggung perasaan, ia tak habis pikir pada manusia Indonesia yang menurut kacamata Jepangnya kurang menghargai waktu serta menganut cara berpikir “bagaimana nanti”, bukannya “nanti bagaimana”.
Kato San kini sudah tinggal lagi di negeri asalnya. Namun, ia tetap tak bisa melupakan orang-orang yang pernah dikenalnya di Indonesia. Ia pun masih selalu rindu pada warung dekat rumah tumpangannya yang dulu kerap dikunjungi. Jakarta telah menjadi kampung halamannya yang kedua.
❤❤❤
Review Buku Kangen Indonesia - Hisanori Kato :
Hisanori Kato, seorang peneliti asal Jepang pernah tinggal di Indonesia untuk melakukan penelitian tentang aktivitas dan tradisi sosial masyarakat Indonesia.
Hisanori Kato pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta pada tahun 1991 saat mengajar di Jakarta International School (JIS).
Saat itu, ia mengalami culture shock dengan kebiasaan di Indonesia yang serba tak teratur. Kendala bahasa untuk berkomunikasi dengan masyarakat Indonesia juga menjadi hambatan sehingga ia beberapa kali kecopetan dan kecurian uang.
Namun, Kato san punya cara unik untuk melampiaskan rasa kekecewaannya. Ia bertekad untuk mengambil kembali apa yang sudah dicuri oleh orang-orang Indonesia, dengan cara mengamen.
Merekalah yang mengubahnya, para penumpang bus yang menerima pengamen asing yang tiba-tiba muncul di dalam bus. Balas dendam saya terhadap Indonesia menjadi “anugerah” besar yang mengubah pandangan saya terhadap Indonesia dan orang Indonesia.
Pada tahun 1994, Hisanori Kato meninggalkan Indonesia untuk sekolah master dan doktor di Sydney. Selama hampir 20 tahun berkutat di Indonesia, Kato kini tinggal di Sakai.
Selama Kato di Indonesia, ia mengalami banyak hal yang berkesan, baik hal buruk maupun hal baik. Segala kesan itu sangat mendalam hingga membuatnya menuliskan penelitian tentang muslim di Indonesia.
Ada kejadian yang sangat berkesan baginya saat ia merasakan pengalaman unik saat masuk bus di Jakarta. Ia melihat lalu lalang orang masuk ke bus, bahkan ada pengamen yang menyanyi dan boleh meminta uang receh pada penumpang.
Baginya, pengamen di bus sungguh tak pernah ia temui di Jepang. Namun, suatu hari ia mencoba iseng mengamen. Ia mengamen di bus demi bisa merasakan sensasi memasuki dunia orang jalanan di Jakarta.
Uniknya, orang Indonesia menerima orang asing yang aneh itu dengan lapang dada, bahkan mau menyisihkan uang nereka untuk mengapresiasi nyanyian ala kadarnya itu.
Ada lagi kebiasaan orang Indonesia yang sering menjadikan "macet" sebagai kata sakti agar dimaklumi saat datang terlambat. Memang benar bahwa Jakarta membuat orang frustasi dengan kemacetan yang melanda.
Jika orang janjian datang pukul 10 pagi, seharusnya orang itu datang lebih awal agar bisa datang tepat waktu. Ya, kata "macet" seharusnya tetap membuat orang harus berusaha datang tepat waktu, meskipun dengan datang lebih cepat.
Selain itu, perubahan modernisasi di dunia yang serba cepat ini juga mulai dirasakan di Indonesia. Kato san merasa khawatir jika kita lebih banyak mengandalkan teknologi dan tidak menggunakan kecerdasan otak untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Menurutnya, modernisasi ini bisa berbahaya bagi keberlangsungan manusia, karena semua aktivitas manusia bisa digantikan oleh mesin yang canggih.
Melihat peta sambil membolak-balikkan halaman, mencocokkan gambar yang nyata dengan peta dunia imajiner, awalnya bisa dilakukan dengan pikiran manusia. Akan tetapi kalau semua pekerjaan itu dilakukan mesin, saya khawatir jangan-jangan kemampuan berpikir manusia akan mengalami kemunduran. (Hlm. 69)
Selain itu, Kato san juga sangat terkejut dengan filosofi orang Jawa (terutama Jawa Tengah) yang lebih senang dengan nrimo atau menerima hal secukupnya saja.
Sa'cukupe wae adalah istilah untuk merasa cukup tanpa berlebihan. Tradisi sa'cukupe yang menurutnya justru berbanding terbalik dengan ambisi masyarakat dunia yang mengejar kesempurnaan dan pencapaian dalam segala hal tanpa batas.
Uang memang perlu. Tetapi, tidak perlu lebih dari yang dibutuhkan. Barang-barang yang praktis perlu, asalkan tidak merusak alam. (Hlm. 72)
Ada satu kata "Insya Allah" yang menjadi perhatian Kato san yang meneliti tentang Islam di Indonesia. Ia pernah berdiskusi dengan Gus Dur tentang konsep dan makna Insya Allah dalam Islam.
Menurutnya, konsep Insya Allah bukan berarti kemampuan manusia ada batasnya, melainkan menyerahkan hasil akhir pada Allah setelah berusaha yang terbaik.
Yang terakhir Allah yang menentukan. Tetapi sampai batas itu manusia harus berusaha dengan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Itulah ajaran Islam yang sesungguhnya.(Hlm. 89)
Jadi, kata "Insya Allah" seharusnya membentuk pola pikir dan tingkah laku manusia yang menyerahkan hasil akhir pada Allah. Di Jepang, sayangnya orang mudah khawatir tentang kegagalan.
Yaa... Hal ini membuat mereka membuat aturan yang kaku dan susah menoleransi kesalahan orang lain, bahkan kesalahan terkecil apapun. Ini membuat angka kematian di Jepang sangat tinggi dan stress karena pekerjaan pun meningkat.
Bertanggung jawab pada diri sendiri, ini adalah kebajikan terbesar. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pendidikan di sekolah, saya merasa bagi orang Jepang, kegagalan menjadi sebuah ketakutan yang berlebihan. Sikap seperti itu, menghentikan orang dari "mencoba dulu." (Hlm. 90)
Banyak pengalaman yang dirasakan oleh Kato san dan membawa banyak pertukaran karakter dan budaya. Selama ini, ia hidup dengan melihat masyarakat Jepang yang kaku. Namun, saat kembali ke Jepang setelah lama tinggal di Indonesia, ia merasa sikap individualis orang Jepang terasa seperti sesuatu yang kasar bila dibandingkan sikap orang Indonesia yang lebih ramah pada orang asing.
Selain itu, Kato san juga mengatakan bahwa Jepang tumbuh dengan membangun gedung beton sebagai simbol kemajuan. Namun, mengabaikan keseimbangan antara alam dan manusia sehingga pembangunan itu banyak yang mengobankan alam yang ada di Jepang.
Baca juga : 10 Akun Instagram Favorit Tentang Info Kedutaan, Travel, Budaya, dan Belajar Bahasa Jepang, Kamu Wajib Follow Deh!
Saat tinggal di Indonesia, Hisanori Kato masih bisa melihat Jakarta yang asri, namun jika hutan dan taman di Jakarta hilang dan digantikan gedung bertingkat, kelak Jakarta tak jauh beda dengan kota-kota besar di Jepang yang lebih mementingkan pembangunan gedung daripada keseimbangan alam. Ia ingin melihat lebih banyak taman yang asri dibandingkan mall yang berjejer di tengah kota di Indonesia dan Jepang.
Menyejukkan diri di gedung dalam ruang ber-AC dianggap sebagai "kehidupan yang beradab" daripada mencari angin di bawah naungan pohon. Akan tetapi, disitulah tersembunyi masalah yang besar yaitu merusak keseimbangan antara alam dan manusia, orang-orang menjadi materialistik, serta menempatkan uang dan barang sebagai sesuatu yang lebih bernilai dibanding saling membantu sesama manusia. (Hlm. 64)
Kerusakan alam akan membuat manusia merasakan dampak yang lebih besar di masa mendatang, dan hal ini akan menimbulkan masalah yang kompleks misalnya bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dsb. Seharusnya pembangunan gedung tak boleh mengabaikan keseimbangan alam agar kehidupan manusia tetap selaras dengan alam.
Menurut Saya :
Buku Kangen Indonesia ini mengupas segala hal tentang budaya dan kebiasaan orang Indonesia di mata orang Jepang. Dengan gaya bahasa yang sederhana, kamu bisa melihat Hisanori Kato sebagai orang Jepang yang membaur dengan masyarakat Indonesia.
Bagi Kato san, ia memang orang asing yang hanya 20 tahun tinggal di Indonesia. Namun, pengalamannya membuat ia melihat Indonesia dari sudut pandang yang berbeda.
Indonesia memberikan keragaman warna kehidupan bagi orang Jepang yang selama ini mengalami kekakuan aturan dalam hubungan masyarakat.
Kato san mengatakan bahwa selama tinggal di Indonesia, ia melihat bahwa masyarakat Indonesia lebih pemaaf dalam urusan menoleransi kesalahan orang lain. Hal ini membuat hubungan dalam interaksi masyarakat cenderung lebih fleksibel dan tidak kaku.
Kato san juga melihat hal ini sebagai sebuah cara agar tidak terlalu keras menghadapi hidup. Kita tahu bahwa angka kasus bunuh diri orang Jepang selalu meningkat tiap tahun karena stress yang tercipta di tengah aturan yang kaku. Mungkin jika orang Jepang tinggal di Indonesia, ia bisa lebih rileks dan luwes menghadapi dinamika hidup.
Overall, saya suka dengan buku Kangen Indonesia karya Hisanori Kato ini yang secara jujur melihat dunia di sekitar kita yang berbeda dari kehidupan orang Jepang di negara asalnya. Saya jadi melihat segala sesuatu dari dua sudut pandang dua negara : Indonesia dan Jepang.
Buku Kangen Indonesia ini cocok bagi kamu yang ingin tahu lebih jauh tentang budaya Jepang, filosofi dan interaksi sosial masyarakat Jepang, juga perbedaan budaya Jepang dan Indonesia. Bagi yang ingin tahu culture shock yang dialami oleh orang Jepang di Indonesia, kamu bisa baca buku ini.
Nah, selamat membaca yaa! ❤️
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung ya ^_^